Mengacu kepada ayat Al Qur’an, Hadis Nabi serta instruksi Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, dalam pelaksanaan shalat, ceramah agama dan lain sebagainya, penggunaan suara dari mikropon masjid seharusnya diarahkan kedalam masjid. Sedangkan suara keluar masjid hanya untuk azan dan pemberitahuan bahwa akan diselenggarakannya suatu kegiatan, misalnya pemberitahuan jadwal pengajian serta pengumuman penting lainnya.
Al-Qur’an
• Dalam surat Al A’raf ayat 55 Allah SWT berfirman : Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah hati dan suara lembut. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang meampaui batas.
• “Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. [al-A’râf :205]
Hadits
• Dalam hadis yang diriwayatkan Muttafaq Alaih : Kami berangkat bersama Rasulullah SAW, maka tatkala kami telah dekat ke Madinah, maka bertakbirlah Nabi dan bertakbirlah manusia, serta mereka mengeraskan suara mereka. Maka berkata Rasulullah SAW : Hai manusia sesungghnya zat yang kamu seru itu tidak tuli dan tidak jauh, sesungguhnya Tuhan yang kamu seru itu ada diantara kamu dan di antara leher kendaraan kamu (Doa oleh Dr. Miftah Faridl, halaman 26 – 27).
• Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah beri’tikaf di masjid lalu beliau mendengar mereka mengeraskan suara bacaan al-Qur’an, lalu beliau membuka tabir pemisah seraya bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya masing-masing dari kalian bermunajat kepada Rabb-nya. Oleh karena itu, janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian lainnya, dan janganlah sebagian mengangkat suara atas yang lainnya dalam membaca al-Qur’an.” Hadits Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud
• Imam Malik dan Imam Ahmad telah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari al-Bayadhi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui orang-orang yang sedang mengerjakan shalat, sementara suara mereka terdengar keras membaca al-Qur’an, maka beliau bersabda:“Sesungguhnya orang yang shalat itu bermunajat kepada Rabb-nya, karenanya hendaklah dia memperhatikan dengan apa dia bermunajat. Dan janganlah sebagian kalian mengeraskan suara atas sebagian yang lain dalam membaca al-Quran.” Hadits Shahih: Diriwayatkan oleh Malik.
• Disebutkan dalam Shahîhain, dari sahabat yang bernama Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Orang-orang mengangkat suara tatkala berdoa, sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Wahai manusia. Tenangkanlah diri kalian. Sesungguhnya kalian tidak menyeru Dzat yang tuli atau yang tidak ada. Sesungguhnya Dzat yang kalian seru Maha Mendengar lagi Maha Dekat”. HR al-Bukhâri, no. 4205 dan Muslim, no. 2704.
Pernyataan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Majalah Tempo tanggal 20 Februari 1982 ‘memprotes’ penggunaan mikropon masjid yang tidak tertib itu dalam tulisan berjudul “Islam Kaset dengan Kebisingannya”.
Dalam tulisan kolomnya, mantan presiden yang juga mantan Ketua Umum PB Nahdhatul Ulama itu mengingatkan, berjenis-jenis seruan untuk beribadat dilontarkan dari menara-menara masjid dan atap surau, termasuk di tengah malam saat orang tidur lelap. Seruan yang disetel dengan suara keras itu dapat mengganggu orang jompo yang memerlukan kepulasan tidur, wanita haid yang tidak terkena wajib sembahyang, juga anak-anak yang belum akil baligh.
Peraturan Pemerintah.
Pembatasan dan pengaturan penggunaan mikropon masjid juga telah ada aturannya berupa Instruksi Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Nomor : Kep/D/101/1978 tentang “Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla”. Instruksi yang ditandatangani Dirjen Bimas Islam Drs. H. Kafrawi MA tanggal 17 Juli 1978 itu, mengacu kepada Keputusan-keputusan Lokakarya Pembinaan Peri Kehidupan Beragama Islam (P2A) tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla yang diadakan di Jakarta tanggal 28 – 29 Mai 1978.
Dari buku “Pola Pembinaan Kegiatan Kemasjidan dan Profil Masjid, Mushalla dan Langgar” dan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor 101/1978 beserta lampirannya, jelas adanya keharusan mengatur penggunaan mikropon masjid dan mushalla. Sekjen DMI H. Natsir Zubaidi menjabarkan salah satu bentuk pengaturan mikropon masjid tersebut dengan membagi dua suara, yakni keluar dan kedalam masjid. Berdasarkan pembagian tersebut, diatur kapan dan untuk apa suara mikropon masjid ditujukan keluar masjid dan kedalam masjid.
Instruksi Dirjen Bimas Islam No. Kep/D/101/78 tanggal 17 Juli 1978, tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushala. Intinya sebagai berikut:
• Pengeras suara/speaker dalam keadaan baik sehingga suara yang terdengar tidak mengganggu.
• Speaker dalam dan luar harus dipisahkan.
• Pada dasarnya suara yang memakai speaker luar hanyalah azan sebagai tanda telah tiba waktu salat. Salat dan doa untuk kepentingan jemaah, suaranya tidak perlu dikeluarkan melalui speaker luar.
• Aktivitas Jumat seperti pengumuman, doa, dan khotbah dapat menggunakan speaker dalam.
• Pada bulan Ramadan penggunaan speaker untuk tujuan tadarus bisa menggunakan speaker dalam.
• Takbir Idulfitri dan Iduladha dapat dilakukan dengan speaker luar dan dalam.
• Tablig akbar bisa menggunakan speaker luar dan dalam.
• Speaker masjid bisa dipakai sebagai pusat informasi jemaah untuk pengumuman kematian, musibah dan bencana, serta semua aktivitas demi kemaslahatan jemaah.
Realitas Di Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah
Di Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah tidak pernah kedengaran suara keluar dari mikropon masjid kecuali untuk seruan azan. Demikian pula halnya di sejumlah masjid lainya di Timur Tengah, suara yang keluar dari mikropon masjid hanya azan dan seruan penting lainnya dalam waktu yang terbatas.
Anjuran
Dalam Al Qur’an telah ada petunjuk berupa perintah berdoa dengan suara yang lembut dan larangan bersuara keras dalam berdo’a
Jangankan berzikir dan berdo’a, dalam melakukan takbir pun Nabi Muhammad SAW melarang kita bersuara keras.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang sebagian jama’ah shalat untuk saling mengeraskan suara dalam membaca al-Qur’an atas sebagian yang lain.
Ketika ada orang yang berdoa dengan suara keras, maka rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menegur sahabat yang berbuat demikian.
Pembatasan penggunaan suara keluar melalui mikropon masjid perlu menjadi perhatian kita semua, khususnya pengurus masjid. Kita harus ingat bahwa udara itu merupakan hak publik, bukan hanya hak kaum muslimin, tapi juga hak non muslim dan hak seluruh makhluk Allah SWT. Karena itu mikropon masjid tidak boleh dipergunakan semena-mena.
"Dan berzikirlah kepada Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan
rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang,
dan janganlah kamu termask orang-orang yang lalai". (QS 7:205)
Wahai sekalian manusia ! Rendahkanlah suara kalian, sesungguhnya kalian
tidak menyeru Tuhan yang tuli lagi jauh, tetapi kalian menyeru Tuhan Yang
Maha Mendengar lagi sangat dekat". (HR. Bukhari, dalam shahihnya, 6384).
sukron gan, pencerahannya,jazakumullahu khoir
BalasHapus@:Keluarga kami: ya sama-sama gan...wa iyyaaka....
BalasHapusartikel ini wajib di baca oleh semua ummat Islam khususnya para takmir musholla masjid
BalasHapusartikel ini wajib di baca oleh semua ummat Islam khususnya para takmir musholla masjid
BalasHapusYaaa kita harapkan demikian..silahkan disebarkan...semoga dengan hal ini ISLAM terlihat lebih indah dan santun...
BalasHapusaslm. mohon maaf Ustazd tentang Instruksi Dirjen Bimas Islam No. Kep/D/101/78 tanggal 17 Juli 1978, tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushala apakah saya bisa dishare dalam bentuk pdf.
BalasHapuswaslm
Dengan mengikuti Kep ini ,, maka Islam akan terasa lebih Indah & santun ,, sehingga Islam sebagai agama yg Rahmatan lil alamin benar2 bisa dirasakan oleh seluruh umat ....
BalasHapusnice info, makasih atas artikelnya. salam dari kami TOA Jogja
BalasHapussetuju banget dengan artikel ini, saya selaku pedagang TOA
BalasHapusSyukran atas penjelasan dan himbauannya ustads.walopun sy peribadi dan mungkin banyak orang merasakan manfat pengajian atau shalawat sebelum adzan utamanya waktu subuh. Walo sekarang ada dianggap mengganggap polusi tdk tau sejauh mn polusinya. Tp kalo bisa sy jg menyarankan ustads menghimbau jg pemerintah ato pengusaha untuk menghapus tempat2 maksiat atau melokalisasi tempat2 maksiat ,tempat2 penjualan miras jauh dari dr kota ato pemukiman .semilasal kepulau2 kosong atau daerah gunung.supaya orang2 yg belum terkontaminasi tdk terkontaminasi jangan sampai yg berbau agama diupayakan dihilangkan karena hanya alasan polusi suara sedang tempat maksiat yg berbau setan menjamur padahal bukan sekedar polusi yang ditimbulkan tp malah mencelakakan kehidupan didunia dan akhirat.dan mungkin diakhirat pertanyaan tentang polusi suara dari mesjid itu tdk dipertanyakan tp tempat2 maksiat itu yang akan dimintai pertanggung jawaban dari pemerintah ato kita semua.jd tolong dalil itu disampaikan jg ustads kepemerintah dan pengusaha.dan kl ustadz bertujuan untuk mengupayakan maslahat.maka yg sy sampaikan dan banyak umat inginkan dan Allah harapkan diperjuangkan ustadz jadi sekali lg syukran
BalasHapuskeputusan dirjen bimas islam dan haji:
BalasHapushttps://marhenyantoz.files.wordpress.com/2013/05/kepdirjen1011978-tentang-tuntunan-penggunaan-pengeras-suara-di-masjid.pdf
Cocok sekali aturan itu, mudah-mudahan menyadarkan kita yang belum sadar, sehingga umat terhindar dari perpecahan
BalasHapus